Kamis, 25 Agustus 2011

My Prince

     Hujan turun perlahan, mengguyur seluruh permukaan bumi yang kehausan karena panasnya cuaca. Bau tanah yang tersiram air terasa begitu lekat di hidung. Bunga-bunga yang sudah layu-mati menjadi hidup, segar kembali.
     Hujan semakin deras, udara dingin menyelinap masuk ke dalam kamar dan menusuk-nusuk tulangku. Aku mengambil jaketku kemudian duduk di kasur dekat dengan jendela. Aku memandangi kamarku yang serba putih itu dan merebahkan diriku di atas kasur. Sambil menatap ke arah jendela yang diselimuti oleh kabut aku sesekali mengusap-usap tanganku yang kedinginan. Hujan telah berhenti.
    Aku membuka jendela dengan tidak sabar dan tersenyum lebar menatap langit yang sedikit demi sedikit menjadi biru. Sungguh, langit lebih indah berwarna biru daripada berwarna kelabu. Matahari dengan malu-malu mulai menampakkan dirinya. Hangat, batinku.
    "Roro... Rian datang mau menemui kamu tuh." Ibu mengetuk kamarku.
    "Iya, tolong bilang tunggu sebentar" jawabku singkat.
     Dengan malas aku menutup jendela kamar kemudian menuruni tangga dengan gontai. Di ruang tamu sudah ada Rian yang duduk di sofa sambil menyeruput teh hangat buatan Bi Isah. Merasa dirinya sedang diperhatikan Rian kemudian menaruh gelas berisi teh hangat itu dan memandangku. Dia tersenyum.
    "Eh, tuan putri. Lama banget sih, aku udah nunggu kamu dari tadi" masih sambil tersenyum.
    "Terserah aku aja, toh yang tinggal disini kan aku." jawabku datar.
    "Jangan gitu dong, aku mau cerita banyaaaaaaaaak ke sahabat aku yang satu ini"
    "Mau cerita apa Frianka Maulana Pangestu ? Kamu cuman punya waktu lima menit buat bercerita"    "Lima menit gak akan cukup Roro. Kasih waktu aku minimal satu jam ya, hehehe" dia tertawa kecil.
    "Yaudah, silahkan Yang Mulia Raja, anda boleh memulai ceritanya" jawabku jutek sambil mengambil majalah yang tergeletak di atas meja.
    "Jadi gini.......terus dia.....akhirnya aku datengin dia..." Rian berbicara penuh antusias, tapi aku tidak mendengar sepatah katapun perkataannya, aku sudah tenggelam ke dalam majalah yang sedang aku baca.
    "Ro, Roro.. denger gak sih, aku cerita apa?" wajahnya cemberut.
    "Denger kok, kamu lagi ceritain tentang Susi,kan? pembantu tetanggamu yang katanya seksi itu" jawabku asal.
    "Aku lagi suka sama seseorang, Ro. Dan sungguh, aku benar-benar menyukainnya" jawabnya datar, bisa aku lihat senyuman kecil di wajahnya itu.
    Deg...
    Seolah ada sebuah pisau yang di lemparkan ke arahku dan mengenai tepat ke jantungku. Aku kaget. Tak bisa menerima bahwa Rian mencintai gadis lain, kenapa bukan aku ? bisikku. Sebuah rahasia kecil, aku menyukai Rian dari dulu sejak pertama kami saling berbicara aku sudah menyukainnya. Tapi kini hatinya sudah pergi ke wanita lain yang tidak pernah aku ketahui siapa. Sungguh perih, sudah ku gantungkan harapan kepadanya sejak 8 tahun lalu tapi tak pernah ada hasil.
   "Oh selamat" jawabku singkat. Bisa kurasakan wajahku memanas. Sesak.
   "Aku mau ke kamar, mau tidur. Kalau mau pulang, pulang aja" sambil berjalan ke arah kamar. Aku tutup pintu kamarku perlahan dan menguncinya. Ku rebahkan diriku di atas kasur dan membenamkan wajahku di atas bantal. Aku menangis dalam diam.

   Tak terasa dua jam sudah aku menangis tanpa henti. Mataku sembap dan hidungku merah. Kepalaku pusing. Ku pandangi wajahku di cermin. Seperti badut, pikirku. Lebih baik aku ke kamarmandi dan mencuci wajahku yang tak  karuan ini.
   Ku buka kunci pintu kamarku dan membukannya perlahan. Kaget, tak percaya dan malu bercampur menjadi satu ketika ku dapati sosok Rian berada di depan pintu kamarku. Dia memandangku dan membelai wajahku. Kami berdua saling pandang dan tenggelam dalam diam.
   "Kenapa nangis ?" akhirnya dia bersuara.
   "It's nothing to do with you" jawabku singkat.
   "It is ! Kamu itu sahabat aku, apapun tentang kamu pasti jadi urusan aku juga" setengah berteriak
   Hanya sahabat ? batinku, bisa kurasakan sakit yang menusuk-nusuk hatiku. "Kalau kamu anggap aku sahabat, tolong kasih aku privacy, supaya aku bisa berpikir jenih" jawabku ketus sambil berjalan meninggalkannya.
   "Hanya kamu bahagiaku" jawabnya pelan, seperti berbisik.
   "Maaf ?" tanyaku. Aku tidak begitu mendengar apa yang dia ucapkan.
   Rian mendekatiku, mengelus pelan pipiku yang masih basah akibat tangisan tadi. Dia mundur beberapa langkah dan tersenyum lebar "Rosiana Fitria Kusuma, my princess. You've to find your prince" ucapnya lembut.
   Aku bingung, tak mengerti apa yang Rian ucapkan kepadaku. Aku hanya menggaruk kepalaku yang tidak gatal lalu hendak kembali ke kamar, ku urungkan niatku yang tadi ingin mencuci muka. Sebelum sempat masuk kedalam kamar, Rian menasik tanganku. Dia menatapku dengan tajam. Wajahnya di tekuk.
    "Apaan sih ? Kamu aneh banget" ujarku dengan kesal.
    Rian memukul kepalaku dengan pelan lalu mencubit pipiku hingga merah.
    "Aku lagi romantis nih, masa kamu gak ngerti juga?? dasar bodoh" candanya.
    Aku masih tak mengerti apa yang dimaksudnya. Mengerti dengan kebingunganku Rian berkata "Aku suka kamu. Ak jatuh cinta sama kamu. Kurang jelas?" setelah itu dia pergi meninggalkanku sambil tersenyum lebar.
    Aku masih kaget dengan apa yang dia ucapkan. Ku usap pipiku yang masih merah akibat cubitan Rian. Bodoh, aku juga suka kamu. Dari dulu. ucapku dalam hati. Aku tersenyum dan tertawa bahagia. Akhirnya cinta yang sudah ku tanam begitu lama akhirnya mekar dan sudah dipetik oleh pangeran yang selama ini aku sukai. Frianka Maulana Pangestu, finally I can reach you, my prince.
-END-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar